Mengenal Tumbuhan Gadung
Diterbitkan
oleh
Mr. G
--
Pasti Anda sudah tidak asing lagi dengan nama Pulo Gadung, yah sebuah nama yang juga dipakai untuk salah satu terminal bus di jakarta. Namun apakah Anda juga tahu tumbuhan Gadung?, Entah ada hubungannya atau tidak nama pulo gadung dan pohon gadung itu sendiri.
Tumbuhan Gadung adalah termasuk tanaman umbi-umbian yang cukup populer walaupun kurang mendapat perhatian. Gadung menghasilkan umbi yang dapat dimakan, namun mengandung racun yang dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang benar pengolahannya. Produk gadung yang paling dikenal adalah dalam bentuk keripik meskipun rebusan gadung juga dapat dimakan.
Tumbuhan ini dapat tumbuh pada ketinggian 800 mdpl, walau bisa ditemui pada ketinggian 1200 mdpl. Umumnya tidak dapat tumbuh pada daerah dengan suhu rata-rata di bawah 20°C. Kebutuhan curah hujan paling rendah 1000 mm/tahun dengan musim kemarau tidak lebih dari 2-4 bulan.
Di Indonesia, tumbuhan ini memiliki nama seperti bitule (Gorontalo), gadu (Bima), gadung (Bali, Jawa, Madura, Sunda) iwi (Sumba), kapak (Sasak), salapa (Bugis) dan sikapa (Makassar). (Wikipedia). Tumbuhan gadung berbatang merambat dan memanjat, panjang 5–20 m. Arah rambatannya selalu berputar ke kiri (melawan arah jarum jam, jika dilihat dari atas). Ciri khas ini penting untuk membedakannya dari gembili (D. aculeata) yang memiliki penampilan mirip namun batangnya berputar ke kanan. Gadung merambat pada tumbuhan berbatang keras.
Tumbuhan Gadung batangnya kurus ramping, setebal 0,5–1 cm, ditumbuhi duri, batang gadung berwarna hijau keabu-abuan. Daun-daunnya terletak berseling, dengan tiga anak daun menjari, bentuk bundar telur atau bundar telur sungsang, tipis bagai kertas. Bunga jantan terkumpul dalam tandan di ketiak; bunga betina majemuk berbentuk bulir. Mahkota bunganya berwarna kuning, benang sarinya berjumlah enam, dan berwarna kuning juga.
Umbi gadung terbentuk di dalam tanah, berjumlah banyak dan tak beraturan bentuknya, menggerombol dalam kumpulan hingga selebar 25 cm. Sementara buahnya, berbentuk elips, berdaging, berdiameter ± 1 cm, dan berwarna coklat. Ada beberapa varietasnya, di antaranya yang berumbi putih (yang besar dikenal sebagai gadung punel atau gadung ketan (Jawa), sementara yang kecil berlekuk-lekuk disebut gadung suntil) dan yang berumbi kuning, gadung kuning, gadung kunyit atau gadung padi).
Umbi gadung dikenal sangat beracun. Umbi ini digunakan sebagai racun ikan atau mata panah. Sepotong umbi sebesar apel cukup untuk membunuh seorang pria dalam waktu 6 jam. Efek pertama berupa rasa tidak nyaman di tenggorokan, yang berangsur menjadi rasa terbakar, diikuti oleh pusing, muntah darah, rasa tercekik, mengantuk dan kelelahan.
Meski demikian di Indonesia dan Cina, parutan umbi gadung ini biasa digunakan untuk mengobati penyakit kusta tahap awal, kutil, kapalan dan mata ikan. Bersama dengan gadung cina (Smilax china L.), umbi gadung dipakai untuk mengobati luka-luka akibat sifilis. Di Thailand, irisan dari umbi gadung dioleskan untuk mengurangi kejang perut dan kolik, dan untuk menghilangkan nanah dari luka-luka. Di Filipina dan Cina, umbi ini digunakan untuk meringankan arthritis dan rematik, dan untuk membersihkan luka binatang yang dipenuhi belatung.
Gadung terkenal beracun dan mengandung alkaloid dioskorina (dioscorine) yang menyebabkan pusing-pusing. Di Nusa Tenggara dan Maluku, biasa digunakan sebagai makanan pokok sebagai pengganti jagung dan sagu terutama di wilayah-wilayah kering. Sekitar tahun 80-an, gadung dapat ditemui di pasar-pasar Indonesia -terutama di Pulau Jawa- sebagai keripik gadung. Di zaman sekarang ini, hanya keripiknya-lah yang dimakan. Keripik gadung banyak dijual di Kuningan, Jawa Barat dan rasanya gurih.
Berikut adalah cara menghilangkan racun dari gadung
1. Di Ambon irisan umbi gadung diremas-remas dalam air laut kemudian direndam kembali ke laut selama 2-3 hari sampai menjadi lembek. Setelah itu, baru dijemur.
2. Di Bali, setelah gadung dikupas dan diiris-iris menjadi kepingan, maka ia dicampur dengan abu gosok. Kemudian direndam dalam air laut (atau dalam air garam bertakaran 3%), dan dicuci lagi dengan air tawar. Penjemuran terus dilakukan selama 3 hari. Untuk mengetahui apakah racun yang ada sudah hilang, maka biasanya dicobakan kepada ayam. Satu pertanda kalau racunnya sudah hilang, bahwa si ayam tidak akan merasa mabuk.
3. Di Kebumen, Jawa Tengah setelah gadung dilumasi dengan abu gosok, maka gadung tersebut harus dipendam dalam tanah selama 3-4 hari. Kemudian digali dan dicuci dengan air tawar sambil diremas-remas seperti mencuci beras. Apabila racun telah hilang, air cucian yang terakhir tidak berwarna putih susu lagi seperti air bilasan sebelumnya.
Apabila pengolahannya tidak betul, maka akan menimbulkan rasa sakit seperti memakan talas (mentah). Keracunan gadung dapat diobati dengan air kelapa muda.
Cara Budidaya Gadung
Untuk menanam gadung, maka pertama-tama buatlah lubang seukuran 50 × 50 cm. Hendaknya ditanam pada awal musim hujan. Tanah yang diinginkan gadung haruslah gembur. Karena batangnya merambat, bisa ditanam sepanjang pagar. Setelah itu, campurlah sampah kebun -sebagai kompos- ke dalam tanah tersebut. Usahakan agar umbi kelak terbentuk tidak akan keluar dari tanah dengan warna hijau, karena itu pertanda kalau racunnya sudah pekat. Akibatnya, gadung yang kita tanam tersebut tidak bisa dimakan karena racunnya yang sudah pekat. Racun ini larut dalam air. Adapun, umbi yang telah bertunas itulah yang digunakan untuk bibit. Hendaknya, ditanam menjelang musim hujan. Setalah berusia 1 tahun, barulah dipanen. Panen dilakukan dengan cangkul atau garpu tanah.
Dari nama gadung sering muncul istilah kata "gadungan" (yang berarti: palsu, tiruan), kenapa bisa disebut demikian?, Karena gadung serupa dengan ubi gembili tetapi umbi gadung beracun, sehingga "membohongi" orang yang mengonsumsinya. Di Jakarta Timur, ada daerah yang bernama Pulo Gadung, yang asal katanya mengacu kepada nama tanaman ini. Sedangkan ular gadung (Ahaetulla prasina) dinamai demikian karena warna dan bentuk tubuhnya menyerupai pucuk tanaman gadung yang kurus lampai.
Tumbuhan Gadung adalah termasuk tanaman umbi-umbian yang cukup populer walaupun kurang mendapat perhatian. Gadung menghasilkan umbi yang dapat dimakan, namun mengandung racun yang dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang benar pengolahannya. Produk gadung yang paling dikenal adalah dalam bentuk keripik meskipun rebusan gadung juga dapat dimakan.
Tumbuhan ini dapat tumbuh pada ketinggian 800 mdpl, walau bisa ditemui pada ketinggian 1200 mdpl. Umumnya tidak dapat tumbuh pada daerah dengan suhu rata-rata di bawah 20°C. Kebutuhan curah hujan paling rendah 1000 mm/tahun dengan musim kemarau tidak lebih dari 2-4 bulan.
Di Indonesia, tumbuhan ini memiliki nama seperti bitule (Gorontalo), gadu (Bima), gadung (Bali, Jawa, Madura, Sunda) iwi (Sumba), kapak (Sasak), salapa (Bugis) dan sikapa (Makassar). (Wikipedia). Tumbuhan gadung berbatang merambat dan memanjat, panjang 5–20 m. Arah rambatannya selalu berputar ke kiri (melawan arah jarum jam, jika dilihat dari atas). Ciri khas ini penting untuk membedakannya dari gembili (D. aculeata) yang memiliki penampilan mirip namun batangnya berputar ke kanan. Gadung merambat pada tumbuhan berbatang keras.
Tumbuhan Gadung batangnya kurus ramping, setebal 0,5–1 cm, ditumbuhi duri, batang gadung berwarna hijau keabu-abuan. Daun-daunnya terletak berseling, dengan tiga anak daun menjari, bentuk bundar telur atau bundar telur sungsang, tipis bagai kertas. Bunga jantan terkumpul dalam tandan di ketiak; bunga betina majemuk berbentuk bulir. Mahkota bunganya berwarna kuning, benang sarinya berjumlah enam, dan berwarna kuning juga.
Umbi gadung terbentuk di dalam tanah, berjumlah banyak dan tak beraturan bentuknya, menggerombol dalam kumpulan hingga selebar 25 cm. Sementara buahnya, berbentuk elips, berdaging, berdiameter ± 1 cm, dan berwarna coklat. Ada beberapa varietasnya, di antaranya yang berumbi putih (yang besar dikenal sebagai gadung punel atau gadung ketan (Jawa), sementara yang kecil berlekuk-lekuk disebut gadung suntil) dan yang berumbi kuning, gadung kuning, gadung kunyit atau gadung padi).
Umbi gadung dikenal sangat beracun. Umbi ini digunakan sebagai racun ikan atau mata panah. Sepotong umbi sebesar apel cukup untuk membunuh seorang pria dalam waktu 6 jam. Efek pertama berupa rasa tidak nyaman di tenggorokan, yang berangsur menjadi rasa terbakar, diikuti oleh pusing, muntah darah, rasa tercekik, mengantuk dan kelelahan.
Meski demikian di Indonesia dan Cina, parutan umbi gadung ini biasa digunakan untuk mengobati penyakit kusta tahap awal, kutil, kapalan dan mata ikan. Bersama dengan gadung cina (Smilax china L.), umbi gadung dipakai untuk mengobati luka-luka akibat sifilis. Di Thailand, irisan dari umbi gadung dioleskan untuk mengurangi kejang perut dan kolik, dan untuk menghilangkan nanah dari luka-luka. Di Filipina dan Cina, umbi ini digunakan untuk meringankan arthritis dan rematik, dan untuk membersihkan luka binatang yang dipenuhi belatung.
Gadung terkenal beracun dan mengandung alkaloid dioskorina (dioscorine) yang menyebabkan pusing-pusing. Di Nusa Tenggara dan Maluku, biasa digunakan sebagai makanan pokok sebagai pengganti jagung dan sagu terutama di wilayah-wilayah kering. Sekitar tahun 80-an, gadung dapat ditemui di pasar-pasar Indonesia -terutama di Pulau Jawa- sebagai keripik gadung. Di zaman sekarang ini, hanya keripiknya-lah yang dimakan. Keripik gadung banyak dijual di Kuningan, Jawa Barat dan rasanya gurih.
Berikut adalah cara menghilangkan racun dari gadung
1. Di Ambon irisan umbi gadung diremas-remas dalam air laut kemudian direndam kembali ke laut selama 2-3 hari sampai menjadi lembek. Setelah itu, baru dijemur.
2. Di Bali, setelah gadung dikupas dan diiris-iris menjadi kepingan, maka ia dicampur dengan abu gosok. Kemudian direndam dalam air laut (atau dalam air garam bertakaran 3%), dan dicuci lagi dengan air tawar. Penjemuran terus dilakukan selama 3 hari. Untuk mengetahui apakah racun yang ada sudah hilang, maka biasanya dicobakan kepada ayam. Satu pertanda kalau racunnya sudah hilang, bahwa si ayam tidak akan merasa mabuk.
3. Di Kebumen, Jawa Tengah setelah gadung dilumasi dengan abu gosok, maka gadung tersebut harus dipendam dalam tanah selama 3-4 hari. Kemudian digali dan dicuci dengan air tawar sambil diremas-remas seperti mencuci beras. Apabila racun telah hilang, air cucian yang terakhir tidak berwarna putih susu lagi seperti air bilasan sebelumnya.
Apabila pengolahannya tidak betul, maka akan menimbulkan rasa sakit seperti memakan talas (mentah). Keracunan gadung dapat diobati dengan air kelapa muda.
Cara Budidaya Gadung
Untuk menanam gadung, maka pertama-tama buatlah lubang seukuran 50 × 50 cm. Hendaknya ditanam pada awal musim hujan. Tanah yang diinginkan gadung haruslah gembur. Karena batangnya merambat, bisa ditanam sepanjang pagar. Setelah itu, campurlah sampah kebun -sebagai kompos- ke dalam tanah tersebut. Usahakan agar umbi kelak terbentuk tidak akan keluar dari tanah dengan warna hijau, karena itu pertanda kalau racunnya sudah pekat. Akibatnya, gadung yang kita tanam tersebut tidak bisa dimakan karena racunnya yang sudah pekat. Racun ini larut dalam air. Adapun, umbi yang telah bertunas itulah yang digunakan untuk bibit. Hendaknya, ditanam menjelang musim hujan. Setalah berusia 1 tahun, barulah dipanen. Panen dilakukan dengan cangkul atau garpu tanah.
Dari nama gadung sering muncul istilah kata "gadungan" (yang berarti: palsu, tiruan), kenapa bisa disebut demikian?, Karena gadung serupa dengan ubi gembili tetapi umbi gadung beracun, sehingga "membohongi" orang yang mengonsumsinya. Di Jakarta Timur, ada daerah yang bernama Pulo Gadung, yang asal katanya mengacu kepada nama tanaman ini. Sedangkan ular gadung (Ahaetulla prasina) dinamai demikian karena warna dan bentuk tubuhnya menyerupai pucuk tanaman gadung yang kurus lampai.
Ada pertanyaan?
Diskusikan dengan penulis atau pengguna lain